Misteri Otopsi Tubuh Brigadir J, Soal Tim Forensik, Irma Hutabarat: Dari Awal Kan Kita Sudah Dibohongi /Kolase: Antara/
- Hasil otopsi Brigadir J yang belum lama ini diumumkan oleh tim forensik tidak berbeda dengan hasil otopsi pertama.
Pada otopsi kedua Brigadir J tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan selain luka tembak.
Hasil ini pun turut dikomentari oleh Ketua Civil Society Indonesia (CS) Irma Hutabarat.
Menurutnya, hasil otopsi Brigadir J oleh tim forensik banyak kebohongan yang didasari ada perbedaan dengan hasil tim penyidik pada tubuh korban.
Irma Hutabarat mendesak agar tim forensik bisa berkata jujur dan terbuka soal hasil temuan otopsi pada tubuh Brigadri J.
Irma menyebut bahwa tim forensik sering memberi keterangan setengah-setengah dan tidak terbuka soal hasil otopsi Brigadir J.
"Pada waktu pertama kali jenazah dijahit-jahit itu bukan autopsi tapi rehabilitasi. Kalau di otopsi itu, berarti dari pertama ketahuan, pelurunya arah ke mana, ada mesiunya atau tidak, luka-luka yang ada itu terjadi karena apa," ucap Irma dikutip dari Pikiran Rakyat, Minggu, 28 Agustus 2022.
Ketua CSI tersebut membeberkan kondisi jenazah Brigadir J yang dinilai tidak sesuai dengan pernyataan setengah-setengah tim forensik.
Pasalnya, jenazah Brigadir J kata Irma, ada jari tangan patah hingga satu kaki yang bengkok sehingga mayatnya tidak bisa lurus. Hal ini bertolak belakang dengan hasil forensik yang mengklaim Brigadir J tewas karena ditembak oleh Bharada E yang disuruh oleh Ferdy Sambo.
"Apakah peluru bisa mematahkan dua jari tangan? Lalu kaki kanan Joshua itu bengkok seperti habis dibengkokin dalam keadaan duduk yang lama. Mayatnya aja kakinya gak bisa lurus," kata dia.
Lanjut, irma mengatakan sang ayah menjelaskan bahwa Brigadir J sejak lahir tidak memiliki cacat dibagian kaki atau semacamnya.
"Artinya, ada sesuatu yang terjadi terhadap kaki itu. Kita bicara soal tulang belulang yang dipatah-patahkan atau dibengkok-bengkokan," ujar dia.
Selain itu, Irma menganggap bahwa semua telah dibohongi sedari awal oleh tim forensik yang melakukan otopsi jenazah Brigadir J.
"Belum lagi luka-luka yang tidak dihitung, alasannya ‘oh karena sudah dua minggu’ sudah membusuk. Jadi kita ini diberi dalih demi dalih, padahal, dari awal kita udah dibohongi ya," sambungnya.
Irma Hutabarat dengan tegas mengatakan kasus ini semakin rumit karena banyak ketidakpastian dan kebohongan dari kasus Brigadir J.
Terlebih, tidak ada kejelasan soal hasil penyelidikan, seperti ada luka di jidat, wajah, dan bibir, luka terbuka di lutut belakang, dan luka-luka lain yang tidak bisa dijelaskan penyidik.
Adapula tulang yang patah serta hilangnya organ dalam Brigadir J masih belum terjelaskan.
Penyidik menggantungkan kebenaran tunggal dari dokter forensik tanpa melakukan metode perbandingan, serta pencocokan dengan barang bukti lain.
“Harus dicocokkan, ada yang melihat, ada foto, ada video, ada laporan yang tidak sama dengan keadaan jenazah itu. Lalu dikeluarkan autopsi kedua tanpa pembandingnya juga. Mana fotonya sebelum dijahit dipotong-potong, tidak pernah dijelaskan,” tutupnya. ***