Bikin Laporan Tipe A, Briptu Martin Gade Terseret Kasus Brigadir J, Ini Sosoknya
Selain Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, pengacara Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak turut melaporkan seorang polisi bernama Briptu Martin Gabe ke Bareskrim Polri.
Personel Polres Metro Jakarta Selatan Briptu Martin Gabe dilaporkan Kamaruddin Simanjuntak terkait dugaan laporan palsu.
Briptu Martin Gabe sebelumnya melaporkan Brigadir J atas dugaan tindak pidana percobaan pembunuhan terhadap Bharada E di rumah dinas Irjen Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7/2022) lalu.
Pelaporan Briptu Martin Gabe ke Bareskrim Polri menggunakan laporan model A dari Polres Jakarta Selatan pada 8 dan 9 Juli 2022 lalu perihal dugaan percobaan pembunuhan oleh Brigadir J kepada Bharada E.
"Hari ini kami buat laporannya tentang persangkaan atau pengaduan palsu sebagaimana dimaksud 317 dan 318 KUHP dengan terlapor Pak Ferdy Sambo, Ibu Putri, dan Briptu Martin Gabe," kata Kamaruddin dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat 26 Agustus 2022.
"Di mana Pak Ferdy Sambo dan Briptu Martin Gabe membuat laporan di Polres Jakarta Selatan tentang ancaman pengancaman pembunuhan atau penodongan katanya kan begitu."
"Demikian Ibu PC (Putri Candrawathi) membuat laporan polisi juga bahwa dia korban pelecehan dan atau kekerasan seksual," beber Kamaruddin Simanjuntak.
Menurut Kamaruddin Briptu Martin Gabe yang membuat laporan model A yang diduga diperintahkan oleh Irjen Ferdy Sambo.
"Ini dari Polres Jakarta Selatan membuat LP (laporan) model A pada 8 dan 9 Juli 2022," kata Kamaruddin dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat 26 Agustus 2022.
Sebelumnya Briptu Martin Gabe melaporkan Brigadir J atas dugaan tindak pidana percobaan pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP junco pasal 53 KUHP.
"Martin adalah anggota Polres Jaksel. Dia membuat laporan model A diduga atas perintah Sambo. Laporan model A itu kejahatan itu diketahui oleh penyidik dan penyidik yang menjadi pelapor," ujar Kamaruddin.
Kamaruddin menduga bahwa Briptu Martin Gabe ada di TKP tewasnya Brigadir J.
"Kemungkinan besar (Martin Gabe berada di TKP), makanya dia membuat laporan atau dia diperintah (Ferdy Sambo)," katanya.
Laporan atas percobaan pembunuh Brigadir J terhadap Bharada E itu tak terbukti.
Laporan itu dihentikan seusai penyidik melakukan gelar perkara.
"Berdasarkan hasil gelar tadi perkara ini dihentikan penanganannya," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Dengan kata lain, Brigadir J tidak terbukti melakukan tindak pidana percobaan pembunuhan terhadap Bharada E.
"Bukan merupakan peristiwa pidana sebagaimana rekan-rekan ketahui bahwa saat ini juga Bareskrim menangani LP terkait dugaan pembunuhan berencana dengan korban almarhum Brigadir Yosua," ujarnya.
Sekedar informasi sejumlah rekan Briptu Martin Gabe sudah ditindak karena diduga melakukan obstruction of justice.
Mulai dari Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto, AKBP Ridwan Soplanit sebelumnya menjabat Kasat Reskrim, dan AKP Rifaizal Samual, Kanit 1 Satreskrim.
Terbaru menyusul Ipda Arsyad Daiva Gunawan, Kasubnit I Unit I Satreskrim.
Kombes Budhi Herdi Susianto dan tiga anak buahnya itu harus kehilangan jabatan.
Kini mereka ditempatkan di Yanma Mabes Polri.
Briptu Martin Gabe adalah seorang anggota Polres Metro Jakarta Selatan.
Dia disebut ikut dalam skenario Ferdy Sambo untuk menyesatkan penyidikan.
Briptu Martin Gabe sebelumnya melaporkan Brigadir J atas dugaan tindak pidana percobaan pembunuhan terhadap Bharada E di rumah dinas Irjen Sambo, Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan pada Jumat (8/7/2022) lalu.
Belakangan kasus percobaan pembunuhan terhadap Bharada E itu tak terbukti.
Dan Bareskrim telah menghentikan laporan polisi dugaan percobaan pembunuhan yang dilakukan Brigadir J kepada Bharada Richard Eliezer alias Bharada E.
Sebelumnya Polri mengungkap kedua laporan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J masuk dalam obtruction of justice meski sempat dinaikkan statusnya menjadi penyidikan.
Laporan itu dihentikan seusai penyidik melakukan gelar perkara.
"Berdasarkan hasil gelar tadi perkara ini dihentikan penanganannya," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Adapun laporan itu terdaftar dengan nomor laporan polisi LP368/A/VII/2022/SPKT/PolresMetroJakartaSelatan tanggal 8 Juli 2022.
Pelapor kasus itu merupakan seorang anggota Polres Metro Jakarta Selatan.
"Pelapornya adalah Briptu Martin Gabe atau anggota Polres Metro Jakarta Selatan, korbannya adalah Bharada Richard atau Bharada RE, terlapor Brigadir Yoshua," jelasnya.
Dalam laporannya, kata Andi, pelapor melaporkan Brigadir J atas dugaan tindak pidana percobaan pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP junco pasal 53 KUHP.
"Di mana terkait laporan ini tempatnya di Jakarta pada hari Jumat tanggal 8 Juli 2022 sekira pukul 17.00 WIB bertempat di Kompleks Duren Tiga nomor 46 Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan," jelasnya.
Namun begitu, kata Andi, kasus tersebut tidak ditemukan dugaan peristiwa pidana.
Dengan kata lain, Brigadir J tidak terbukti melakukan tindak pidana percobaan pembunuhan terhadap Bharada E.
"Bukan merupakan peristiwa pidana sebagaimana rekan-rekan ketahui bahwa saat ini juga Bareskrim menangani LP terkait dugaan pembunuhan berencana dengan korban almarhum Brigadir Yosua," ujarnya.
Sebelumnya Polri mengungkap kedua laporan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J masuk dalam obtruction of justice meski sempat dinaikkan statusnya menjadi penyidikan.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi menyebut laporan dari pihak Brigadir J soal pembunuhan berencana menjawab jika peristiwa pelecehan dan percobaan pembunuhan itu tidak pernah ada.
"Kemudian berjalan waktu kasus yang dilaporkan dengan korban Brigadir Yosua terkait pembunuhan berencana ternyata ini menjawab dua LP tersebut. Kita anggap bahwa dua laporan polisi ini menjadi satu bagian masuk dalam kategori obstruction of justice," kata Andi kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Andi menyebut laporan pelecehan kepada istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Chandrawati dan percobaan pembunuhan kepada Bharada Richard Eliezer alias Bharada E dengan terlapor Brigadir J merupakan upaya penghalangan penyidikan.
"Ini bagian dari pada upaya untuk menghalang-halangi pengungkapan dari pada kasus 340 (pembunuhan berencana)," ungkapnya.
Mahfud MD Ungkap Tiga Klaster
Menko Polhukam Mahfud Md mengungkap ada tiga klaster yang turut membantu pembunuhan Brigadir J mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga rekayasa kasus.
Klaster pertama ini kelompok yang membantu mengeksekusi secara langsung korban di lokasi kejadian.
"Saya sudah sampaikan ke Polri, ini harus diselesaikan, masih ada tersangka. Ini ada tiga klaster yang kasus Sambo. Satu, pelaku yang merencanakan dan mengeksekusi langsung. Nah, yang ini tadi yang kena pasal pembunuhan berencana karena dia ikut melakukan, ikut merencanakan dan ikut memberi pengamanan di situ," jelasnya.
Untuk klaster kedua ini kata Mahfud merupakan kelompok mereka yang membantu menghilangkan barang bukti di kasus Brigadir J termasuk memanipulasi dengan membuat rilis. Menurut Mahfud, klaster ini merupakan bagian dari obstruction of justice.
"Kedua, obstruction of justice. Ini tidak ikut dalam eksekusi tapi karena merasa Sambo, ini bekerja... bagian obstruction of justice ini membuang barang anu membuat rilis palsu dan macam-macam. Nah, ini tidak ikut melakukan," jelasnya.
"Nah, menurut saya, kelompok satu dan dua ini tidak bisa kalau tidak dipidana. Kalau yang ini tadi melakukan dan merencanakan. Kalau yang obstruction of justice itu mereka yang menghalang-halangi itu, memberikan keterangan palsu. Membuang barang, mengganti kunci, mengganti barang bukti, memanipulasi hasil autopsi, nah itu bagian yang obstruction of justice," imbuhnya.
Khusus untuk klaster ketiga ini adalah 'anak bawang', mereka yang dimasukkan kedalamnya sekadar ikut-ikutan lantaran saat itu sedang berjaga dan bertugas.
Kelompok yang berada di klaster ketiga ini hanya menjalankan perintah dari atasan.
"Kemudian ada kelompok ketiga yang sebenarnya ikut-ikutan ini, kasihan, karena jaga di situ kan, terus di situ ada laporan harus diteruskan, dia teruskan. Padahal laporannya nggak bener. Prosedur jalan, jalan, disuruh buat ini ngetik, ngetik. Itu bagian yang pelanggaran etik," tuturnya.
Lantas Mahfud menyimpulkan, untuk klaster satu dan dua, Mahfud menegaskan kelompok ini layak untuk diproses pidana. Namun mereka yang masuk di klaster ketiga, Mahfud berpendapat cukup diberikan sanksi etik.
"Saya pikir yang harus dihukum tuh dua kelompok pertama, yang kecil-kecil ini hanya ngetik hanya ngantarkan surat, menjelaskan bahwa bapak tidak ada, memang tidak ada misalnya begitu. Menurut saya ini nggak usah hukuman pidana, cukup disiplin," tukasnya.