Hari Ini 7 Tahun Lalu, Ketika Ade Sara Ditemukan Tak Bernyawa di Pinggir Tol Usai Dibunuh Mantan Pacar...
Pada Rabu malam, kedua orang tua Sara akhirnya mendapatkan kabar tentang putrinya. Hanya saja, itu dari polisi yang menyatakan Sara ditemukan meninggal dunia. Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bekasi Komisaris Nuredi Irwansyah, Sara ditemukan di kilometer 41 Tol JORR ruas Bintara, Bekasi Barat, pada Rabu pagi oleh petugas derek Jasa Marga. "Kondisi sudah dalam keadaan meninggal. Kita duga mungkin korban pembunuhan. Tetapi, untuk luka luar terbuka tidak ada," kata Nuredi, kepada Kompas.com, Kamis (6/3/2014). Baca juga: Orangtua Ade Sara: Kedukaan Juga Akan Melekat Seumur Hidup Saya Mantan yang sakit hati dan pacar baru yang cemburu Polisi tidak membutuhkan waktu lama untuk akhirnya menemukan pembunuh Sara, yakni Hafitd dan Assyifa. Kabid Humas Polda Metro Jaya saat itu, Kombes Rikwanto, mengungkapkan, pihaknya menangkap Hafitd ketika melayat ke rumah duka tempat Sara sempat disemayamkan sementara, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. "Pelaku atas nama Hafitd, 19 tahun, ditangkap di RSCM pada saat melayat korban," ujar Rikwanto, Kamis. Pihak penyidik dapat cepat menemukan pelaku karena, saat memeriksa Hafitd, ditemukan luka di tangannya. Baca juga: MA Perberat Hukuman Sejoli Pembunuh Ade Sara Jadi Penjara Seumur Hidup Hafitd setelah didesak pun mengaku bahwa ia membunuh Sara dan luka itu didapat karena korban melakukan perlawanan. "Hafitd akhirnya mengaku kalau luka itu bekas gigitan Sara," ucap Rikwanto. Polisi juga meringkus Assyifa di sebuah universitas di kawasan Pulomas, Jakarta Timur setelah mendapat pengakuan lain dari Hafitd bahwa kekasihnya turut terlibat. Kedua pelaku membunuh korban di dalam mobil Kia Visto milik Hafitd. "Pelaku membunuh korban di dalam mobil Kia Visto di sepanjang perjalanan wilayah Jakarta Selatan - Jakarta Timur," ujar Rikwanto. Cerita pembunuhan tersebut bikin geger kala itu karena Hafitd merupakan mantan pacar Sara, sementara Assyifa adalah pacar baru Hafitd. Ketiganya sendiri sudah saling mengenal sejak sama-sama bersekolah di SMAN 36 Rawamangun, Pulogadung, Jakarta Timur. Sakit hati menjadi motif keduanya membunuh Sara, meski alasannya berbeda. Hafitd membunuh Sara karena sang mantan tidak mau dihubungi apalagi bertemu, sementara Assyifa cemburu dan khawatir pacarnya kembali berpacaran dengan Sara. Kronologi pembunuhan Kepala Resor Bekasi Kota Kombes Priyo Widiyanto kala itu mengatakan, Assyifa berhasil membujuk Sara untuk bertemu karena ingin diinfokan soal tempat les yang korban ikuti. Kedua perempuan itu pun bertemu pada Senin. Hafitd menyusul mereka pada pukul 19.00. Sara kemudian diajak masuk ke mobil KIA Visto milik Hafitd. "Di dalam mobil, berbicara sebentar dan (korban) tidak suka. Sara mau melarikan diri ditarik dan mendapat penganiayaan," kata Priyo. Sara bergantian dianiaya Hafitd dan Assyifa berupa pemukulan, penyetruman, pencekikan menggunakan tali tas, dan penyumpalan mulut korban dengan kertas. Penganiayaan itu, disebut Priyo, terjadi pada rentang waktu Senin pukul 19.00 WIB sampai dengan Selasa (4/3/2014) pukul 23.00 WIB. "Selama 26 jam mereka melakukan penganiayaan," ujar Priyo. Setelah Sara meninggal, kata Priyo, Hafitd dan Asyifa tetap menempatkannya di kursi belakang mobil Hafitd. Mereka berdua membawa jasad itu berkeliling Jakarta dan sekitarnya, hingga kemudian membuang jasad Sara di pinggir tol pada Rabu dini hari. Lantaran tidak jelas tempat kejadian perkara, kasus Sara, yang awalnya ditangani Polresta Bekasi Kota merujuk pada lokasi penemuan jasad, diserahkan ke Polda Metro Jaya. Baca juga: Melewati Malam Natal Tanpa Ade Sara... Hukuman 20 tahun penjara jadi seumur hidup Setelah melalui serangkaian penyelidikan termasuk rekonstruksi pembunuhan, sidang kasus ini pun akhirnya digelar untuk pertama kalinya pada 16 Agustus 2014 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada sidang dakwaan, jaksa penuntut umum Aji Susanto langsung memberi dakwaan dengan tiga pasal berlapis. Hafitd dan Assyifa juga didakwa dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana sebagai dakwaan primer. Dakwaan itu sempat disanggah oleh tim penasihat hukum Hafitd dan Assyifa yang mendesak bahwa dakwaan primer adalah Pasal 353 KUHP. Pasal itu tentang Penganiayaan yang Menyebabkan Kematian. Tim kuasa hukum tersangka memperjuangkan agar kliennya bisa terbebas dari hukuman seumur hidup lewat upaya eksepsi dan pledoi. Setelah sekitar empat bulan sidang berlangsung, Hafitd dan Assyifa pun dijatuhkan vonis oleh majelis hakim pada sidang putusan, Selasa (9/12/2014). Majelis hakim menjatuhkan hukuman selama 20 tahun bagi sejoli pembunuhan Ade Sara ini. "Menyatakan terdakwa Assyifa Ramadhani telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana dan menjatuhkan pidana selama 20 tahun," ujar Ketua Majelis Hakim Absoro di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kedua pelaku menangis di pelukan ibu masing-masing yang hadir di sidang putusan. Assyifa bahkan pingsan. Meski begitu, keduanya memilih tidak mengajukan banding. Akan tetapi, justru jaksa penuntut umum yang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI. Kala itu, PT memutuskan memperkuat vonis hakim PN Jakpus sehingga Hafitd dan Assyifa tetap divonis 20 tahun penjara. Rupanya, jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) untuk menambah durasi hukuman pelaku. MA mengabulkan dengan menaikkan masa hukuman penjara Hafitd dan Assyifa menjadi seumur hidup. Dikutip dari situs resmi Mahkamah Agung, anggota majelis hakim MA, yaitu Dudu D Machmudin, Margono, dan Andi Abu Ayyub Saleh, mengabulkan kasasi jaksa PN Jakpus terhadap dua orang tervonis, yaitu Hafitd dan Assyifa. Permohonan kasasi terhadap tervonis Hafitd dikabulkan pada 9 Juli 2015 dengan nomor register 793 K/PID/2015. Sementara itu, permohonan kasasi terhadap Assyifa selaku tervonis dikabulkan pada 9 Juli 2015 dengan nomor register 791 K/PID/2015. Hafitd diketahui mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, sementara Assyifa di Rutan Pondok Bambu. Ketika mengetahui pembunuh anaknya divonis lebih berat, Suroto kala itu mengaku bingung dengan perasaannya. "Saya sulit menjawab pertanyaan puaskah, adilkah, atau apakah hukuman sudah pantas. Itu semua sulit dijawab karena kedukaan juga akan melekat seumur hidup saya," kata Suroto kepada Kompas.com, Jumat (24/7/2015).